Senin, 27 Juni 2011

Titik Nol

by Dhini Aprilio on Friday, June 24, 2011 at 8:23pm

 Ibu dan kampung halaman bagaikan dua buah not berbeda yang memiliki satu arti. Dua hal yang sanggup mendamaikan resah geliat rindu. Disinilah kehidupan bermula. Dimana mereka mengayomi tumbuh kembang anak panah. Membasuh tingkah polah ceria dengan guyuran kasih sayang. Mendekap cela dengan rasa terima dan cinta.

Bertumbuh masa remaja. Ibu dan kampung halaman bernyanyi dengan nada yang berbeda. Menyesuaikan diri dengan ketajaman anak panah yang terus meraut kecerdasannya. Namun tetap melumurinya dengan cinta kasih dan pemahaman.

Masa dewasa. Ketika busur telah membentang. Dan anak panah siap melesat. Melentingkan badannya memecah angkasa, meraih mimpi. Tinggalkan ibu dan kampung halaman. Timbulkan sepi dan sunyi yang bernyanyi, melagukan airmata.

Padamu Ibu, kami pulang. Bertemu kita di titik nol. Senyum tulus tetap terlukis dalam damai wajahmu. Berlebih lagi, cintamu. Tak lekang oleh waktu.

belai lembutmu
torehkan bahagia
menghapus luka

Menapak Jejak

by Dhini Aprilio on Sunday, June 26, 2011 at 9:55pm

senja berguru kepada gemuruh malam
tentang hakikat keabadian
tak ingin seperti mentari yang terhimpit garis cakrawala
pun seperti bulan dan bintang yang terusir langit terang

belum tuntas dahaga terpuaskan
fajar kembali menyapa dengan cerahnya kehangatan
mengharubirukan semua pertanyaan
mewujud satu bukti perputaran, suka dan duka

kembali menapak pada jejak yang berbeda
sembari menghias waktu dengan percik cahaya
berharap selalu ada derai rengkuhan disana
membahana dan menghanguskan gelisah semesta

semilir angin musim semi membelai dedaun kering
merapatkan kembali tangkai yang hampir terlepas dari reranting
menelanjangi fikiran dari selimut kenaifan
mencumbu kesadaran dengan setangkup kenangan


Kamis, 23 Juni 2011

Kembali

by Dhini Aprilio on Thursday, June 23, 2011 at 6:01pm
hening tanpa suara
terdampar dalam diam
belenggu himpit kubikel warna
terhempas dalam bisu semilir angin

tertatih melangkah
menatap nanar jendela sudut ruang
mereguk segar  oksigen dalam  kerontang masa
memaparkan sederhana fikir dan menerima

seiring sempurnanya metamorfosa
kembali berlabuh percik arah
mendamaikan remuk redam aura jiwa
menunjukkan utara pada arahnya
membimbing selatan pada jalan pulangnya

corak ragam peristiwa
terpateri di benak jingga
menggores waktu dengan cakra
merobek lembar mimpi yang meragu

berharap revolusi waktu
dapat menyelamatkan raga sang pelakon
membiaskan kemelut kelam
mewujud warna pelangi pada rembang senja

kembali melihat dengan mataNya
mendengar dengan telingaNya
berkata dengan suaraNya
berbuat dengan cintaNya

tak ada takut dan sedih hati, pada mereka yang beriman dan mengadakan perbaikan (QS 48 : 6)


tepisunyi, 02300600011

Selasa, 21 Juni 2011

REINKARNASI



Hidup adalah sebuah repetisi.  Dimana aneka peristiwa yang telah ditelan waktu kembali terlahir, menggeliat  dan menancapkan kuasanya, di bawah lapisan atmosfer bumi pada zaman yang berbeda. Sehingga sanggup menggiring para pemujanya pada satu rasa keangkuhan, manusia zaman kini.

Pun tentang hidup dan mati. Kelahiran menggantikan proses kematian yang saling bergelut dengan pergiliran waktu. Kita hanyalah bagian, dan kelak akan menjadi sebuah masa lalu. Semoga amal kebaikan kita dapat terus hidup di muka bumi ini.

detik berlari
riuh rendah rotasi
kita menanti

Minggu, 19 Juni 2011

Maha Pemilik Segala

Kemana lagi kupinjam, detak jantung yang tinggal separuh. Kuhisap tak bersisa, hangat mentari yang menyeruak di langit fajar. Kuraup pancar sinar bintang yang bercengkrama di langit malam. Namun tak jua menggenapkan nafasku. Mereka pun ditenggelamkan sang waktu. Hanya, Kau.

tak ada lagi
nyanyian musim semi
penghibur hati

Jumat, 10 Juni 2011

Haiku #1



pasti adanya
waktu membentang jarak
sembuhkan luka
...
definitly
time spread out the distance
heal the wound

 

Haibun #1 Lirik Hujan

by Dhini Aprilio on Friday, June 10, 2011 at 9:47pm

Gumpal awan hitam yang menggantung adalah sebuah repertoar. Menyediakan butirbutir kristal yang kelak menyemai bumi dengan rinainya. Yang akan menabur kisah tersendiri bagi setiap insan. Meruapkan aroma khas tanah basah. Serupa aroma kayu di hutan. Derainya melambungkan kenangan pada memori terpendam. Pun butirnya saat membasahi ujung kepala. Memaksa wajah tengadah tersenyum pada langit di atas sana. Selalu menikmati setiap lagu yang Ia sajikan.

rerintik itu
likat bagai renjana
kuras memori

Sabtu, 04 Juni 2011

Seperti Angin dan Gemawan, Tidak Selamanya Sejalan

by Dhini Aprilio on Sunday, June 5, 2011 at 12:56am

di rembang malam
rinai hujan pun tak enggan menyapa waktu
menyanyikan nadanada kesejukan
hingga derainya menyelusup mesra pada daun telinga
bersama butirbutir kristal yang terus melesap
merasuk ke dalam hening gumpal tanah yang hangat.

senja tadi
riuh derainya sempat tertunda
meski gemawan yang pekat telah menghias langit dengan arogan
membuat insan bergegas dengan derunya
lambungkan cemas ke udara
hingga menambah polutan semakin ramai bercengkrama

memang tidak bisa ditebak apa maunya
meski hembus sang bayu telah mendesaknya untuk menarikan tarian yang sama di ufuk timur
hingga terpenuhi ¼ bagian lagi
agar derai dapat jatuh tinggalkan langit sebagai penopang
dan bumi sebagai cawan raksasa

tapi begitulah terkadang perjalanan hidup
tidak selamanya keinginan dapat digubah menjadi suatu simfoni
meski asa terukir dengan kokoh dan rangkai harap tak henti melambung
bila, Sang Maha belum mengijabah
bisa apa kita?
selain berpasrah dan terus meraih, menoreh jejak keabadian

(tepisunyi, 0400600011)

Juni yang Bersemi

by Dhini Aprilio on Thursday, June 2, 2011 at 9:20am

waktu berbilang hari
mengawal buana menjajagi perputaran rotasi
dari setiap hela nafas yang melambung
uapkan sebentuk wujud pada cermin pertapaan

untuk Juni yang hangat
semakin merona dengan hadirnya mentari di hati
menyuburkan pertumbuhan akar kehidupan
menyebar ke segala penjuru
menyerap segala hara yang tersaji
hingga berserilah kelopak, mewangi
ceriakan hari yang bersemi, denganmu..

(pagi di sebuah taman, 0200600011)

RESUME WORKSHOP MUSIKALISASI PUISI dan SEDIKIT BUMBU DISANA SINI

by Dhini Aprilio on Wednesday, June 1, 2011 at 7:45pm

Cerita Sedikit

            Selamat pagi, siang, sore, malam, Teman-teman. Izin share tulisan ya. Ini adalah hasil resume dari kegiatan Workshop Musikalisasi Puisi, yang saya ikuti pada tanggal 29 Juni 2011, bertempat di gedung Common Room, Bandung. Saya baru pertama kali mengikuti acara yang seperti ini. Menurut pendapat saya, acara ini sangat berbau sastra dan merupakan pengalaman yang pertama. Jujur, berkenalan dengan puisi pun baru setahun ini. Itu pun hanya berdasarkan curahan isi hati, ataupun dari melihat kejadian di sekitar. Tanpa ilmu atau teori sastra yang pasti tak terhitung banyaknya. Tapi namanya juga usaha, boleh-boleh saja kan ya? J

            Pertama kali berkenalan dengan dunia tulis menulis tepatnya bulan April tahun 2010 ketika mengikuti sebuah kursus 3 Jam Bisa Menulis untuk Ibu-ibu, di kota Bandung. Dan saat itu pun saya baru berkenalan dengan facebook. Jadi merupakan sarana yang tepat untuk latihan menulis bagi pemula. Awalnya saya tertarik pada puisi karena membaca status teman-teman yang ada di jejaring sosial tersebut. Meski sebenarnya saya sudah tertarik dengan puisi sejak zaman kuliah dulu. Tapi itu pun hanya sebatas puisi sederhana saja. Bukan Kahlil Gibran, Jalaluddin Rumi  ataupun penyair-penyair ternama lainnya. Ketertarikan saya hanya sebatas mengagumi bait-bait indah yang dihasilkan dari untaian kata-kata. Saya menganggapnya hal yang ajaib, dan dapat melihat kecerdasan seseorang dari kata-kata yang terangkai itu. Tapi itu dulu, sekarang saya tidak akan menilai tulisan seseorang berdasarkan apapun. Saya hanya merasakan ruh tulisan yang dapat dirasa, mencernanya dan menjadikannya warna di kehidupan.

Puisi dan Musik

            Kembali ke masa sekarang, tentang kegiatan workshop yang telah saya ikuti. Terus terang saya sangat bersemangat ketika akan mengikuti acara tersebut. Sehingga tidak sabar menunggu waktu segera bergulir ke hari Minggu itu. Tetapi ketika hadir di tempat itu, saya sangat kaget dan merasa takut. Karena disana tidak ada ibu-ibu yang selama ini telah akrab dengan kehidupan saya. Hanya ada laki-laki, lebih tepatnya manusia-manusia bergaya seniman. Rambut awir-awir, baju hitam, dan asap rokok yang berseliweran. Tapi setelah mendengar alunan musik dari para musisi Tegal dimainkan, akhirnya saya pun mulai lumer dan sangat  menikmati suasana, apalagi ketika ada teman-teman perempuan lain yang mulai berdatangan.          Setelah workshop dibuka oleh Kelompok Musik Sastra Warung Tegal (KMSWT), acara pun dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Kang Ferry Curtis. Beliau adalah musisi dari kota Bandung, yang telah lama berkecimpung dalam dunia musikalisasi puisi. Beliau telah mengeluarkan tiga album musikalisasi, dan sebentar lagi akan mengeluarkan satu album terbaru dengan salah satu judul Perempuan Masa Lalu. Sangat bagus liriknya dan sangat asik mendengarkan musiknya. Menyentuh, sehingga dapat mempengaruhi emosi peserta. Ya, disitulah kelebihan dari musikalisasi puisi. Puisi yang sebenarnya telah indah dan memiliki musik tersendiri, diperkaya lagi dengan iringan musik yang selaras dengan isi puisi tersebut. Sehingga membawa pengaruh yang luar biasa, sangat indah.

            Menurut teori yang telah saya dapatkan, musikalisasi adalah upaya untuk memasukkan unsur-unsur musik (melodi, irama/ritme, harmoni, yang diwujudkan dalam bentuk lembaran musik atau partitur) secara dominan. (Supratman Abdul Rani dkk, dalam makalah yang disampaikan oleh Ferry Curtis). Hal ini dimaksudkan agar dapat mengkomunikasikan isi puisi kepada apresian dengan baik, sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami. Karena pada umumnya masyarakat akan lebih cepat akrab dengan syair-syair dari puisi itu karena terbantu oleh nada-nada. (Ferry Curtis, 2011).  Hal ini pun dimaksudkan untuk membuka wawasan bagi apresian agar dapat mengapresiasi puisi dengan berbagai cara. Karena sebenarnya puisi itu sangat kaya akan makna. Misalnya saja selain dengan musik, puisi pun dapat diterjemahkan ke dalam bentuk lukisan, ataupun teaterikal. Itu semua tergantung dari imajinasi apresian. Selain itu musikalisasi puisi juga merupakan salah satu alternatif teknik penyajian puisi dalam pembelajaran sastra.

           Dan ternyata tidak semua puisi dapat dimelodisasi (menggunakan notasi). Misalnya puisi yang merupakan pidato atau percakapan. Sedangkan apabila puisi terdiri dari bait-bait dengan jumlah baris yang berpola, maka akan memudahkan komposer (penyusun musik) untuk membagi-bagi ke dalam pola birama tertentu. (Rene Wellek dalam Teori Kesusastraan). Kemudian dalam penggunaan tangganada minor pada umumnya dipakai untuk puisi-puisi atau lagu yang berjiwa melankolis, sendu, sedih, duka, pesimistis. Sedangkan lagu-lagu yang menggunakan tangga nada mayor kebanyakan bersemangat, optimistis, dan riang. (Metode Alternatif Pembelajaran Apresiasi Puisi, Yonas Suharyono, S.Pd,MM.Pd).

          Timbul pertanyaan, apakah pembacaan puisi yang diiringi oleh alat musik gitar, piano, ataupun alat musik ritmik lainnya termasuk musikalisasi? Menurut Kang Ferry Curtis, hal itu memang termasuk musikalisasi. Meski pada kenyataannya telah banyak musikalisasi yang berupa melodisasi puisi, yaitu merupakan kegiatan menyanyikan puisi total dengan memberi melodi, pola ritme, pemilihan jenis tangga nada, hingga pemberian rambu-rambu dinamik dan ekspresi pada puisi tertentu. (Metode Alternatif Pembelajaran Apresiasi Puisi, Yonas Suharyono, S.Pd,MM.Pd).

           Sesungguhnya apabila diperhatikan, tanpa dimusikalisasi pun puisi itu sudah memiliki musik tersendiri, dimana puisi terdiri dari unsur-unsur:
  1. Adanya diksi dan pemilihan bahasa (mencakup majas dan gaya bahasa).
Tetapi disini tidak akan dipaparkan secara detil. Hanya sepintas saja. Diksi, yaitu pemilihan kata yang secermat mungkin sehingga dapat mewakili maksud terselubung yang ingin disampaikan. Dengan adanya diksi pun dapat memperkaya kosakata para apresian. Meski terkadang hal ini dapat menjadikan puisi sebagai bahasa tulis yang memiliki tafsir makna beraneka ragam (Handoko F. Zainsam, Bermain dengan Puisi, dalam makalah yang disampaikan pada Pelatihan Menulis Puisi di “Rumah Pena”).

2. Memiliki kaidah estetika atau keindahan
Dimana pusi merupakan karya tulis yang memiliki berbagai konsep keindahan yang abstrak atau konkret. Sehingga melibatkan imaji para apresian untuk dapat merasakan makna yang tersirat dari puisi itu, sehingga dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan. Sedangkan maksud keindahan konkret yaitu. adanya efek bunyi dan bentuk dari tulisan puisi (tipografi). Seperti adanya kekuatan dari rima (persamaan bunyi di awal, tengah dan akhir baris puisi), ritme (tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi), dan metrum (pergantian naik turun suara secara teratur, lebih terasa ketika dideklamasikan). (Handoko F. Zainsam)

3. Ada pesan yang ingin disampaikan oleh penyair.
Baik itu tentang harapan, ungkapan perasaan, pesan, pemikiran penyair dengan melihat realita kehidupan. Cara penyair dalam mengungkapkan tema dan rasa juga berkaitan erat dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair itu sendiri (Sinyo Manteman, seperti ditulis dalam UPIL (Urusan rumPi ILmu) Puisi dengan Gayamu Season III: Unsur Dalam Puisi dan Majas)

Hal-hal tersebut diataslah yang menyebabkan puisi pun secara kodrati telah memiliki musik.  Puisi telah hadir dengan keindahan dalam wujudnya yang tunggal. Perbedaannya hanya terletak pada materi dasar pembentukan musik itu. Jika musik pada puisi dibentuk oleh kata dan komposisi kata, maka musik pada lagu dibentuk oleh nada dan melodi
Setelah memahami apa itu musikalisasi, pasti akan timbul pertanyaan lagi tentang bagaimana proses musikalisasi itu. Yang penting untuk diketahui pertama kali adalah, bahwa sang penyair harus menguasai cara memainkan alat musik yang akan dipakai. Baik itu gitar, piano, harmonika, biola, kecapi ataupun karinding. Kemudian memahami isi puisi dengan unsur-unsur pembentuknya. Sehingga dengan memahami secara baik isi puisi, seorang pemusikalisasi puisi tidak hanya sekedar memberi warna musik/ irama pada puisi yang dimusikalisasinya, tetapi juga dapat menampilkan ruh puisi itu secara utuh. (Ferry Curtis, 2011).

         Keberhasilan musikalisasi puisi pun dapat terlihat dari:
  1. Penafsiran sang komponis terhadap puisi yang digarapnya.
  2. Keberhasilan sang komponis dalam menggali dan menampilkan segala unsur musikalitas yang terdapat dalam puisi.
  3. Kemampuan sang komponis dalam mengimbangi kelemahan isi puisi, lewat pengisian unsur musikalitas yang diberikannya. Sehingga dapat membangkitakan daya tarik, daya ungkap, dan daya sentuh pada puisi yang digarapnya.
          Sedangkan langkah-langkah musikalisasi untuk pemula, yaitu:
  1. Memilih puisi yang dapat dimengerti.
  2. Memilih puisi dengan bait-bait yang sudah tersusun, dan memiliki bait yang  pendek (satu sampai tiga bait).
  3.  Mengaransemen melodi yang mudah dimainkan dan didengarkan.
  4. Membuat refrain yang berulang-ulang dan mudah dilagukan.
  5. Terus berlatih sampai Anda sendiri merasa tersentuh.
(Ferry Curtis, 2011).

           Pada kenyataannya musikalisasi ini masih menjadi pro dan kontra diantara para pakar. Sebaiknya kita lebih bijaksana dalam langkah-langkah memusikalisasikan sebuah puisi. Jangan sampai memaksakan totalitas puisi menjadi lagu, jika memang dapat merusak, bahkan menghancurkan puisi itu sendiri. (Raidu Sajjid 07.06.2008). 

            Demikianlah teman-teman yang dapat saya uraikan. Terima kasih atas perhatiannya dan semoga bermanfaat.

Pemilik Asa

by Dhini Aprilio on Sunday, May 29, 2011 at 6:16am

Aku tidak akan bertutur tentang rumput hijau yang menguning, atau dedaunan kering yang jatuh berguguran. Aku hanya ingin mengatakan bahwa hamparan permadani itu akan terasa indah dan bermakna, bila ada kau berbaring di atas lembut belaiannya.

Tepat di atas sebuah bentuk yang sengaja aku jejakkan untukmu. Sebagai tanda bahwa, aku adalah tetes embun penghilang dahaga yang akan menyejukkan hari, bila gersang menghampiri. Dan aku adalah rinai tawa yang akan mewartakan kebahagiaan pada hangat hatimu, bila muram menyapa.

Sebuah Arti

by Dhini Aprilio on Sunday, May 29, 2011 at 6:03am

Tak ada lagi harmoni ucap dan hati, ‘kan tertuang dari sebuah poci yang telah ternodai oleh karat sketsa tingkah laku.  Terlalu muskil untuk menghilangkan jelaga bertahun. Takkan mengembalikan pada warna semula. Hanya meninggalkan sebuah goresan pada sobek luka yang bernanah.
 Pun dirinya hanya menganggap harmoni ucap dan hati sebagai sebuah mutiara yang tersimpan dalam hangatnya cangkang. Lalu membiarkannya terpendam di palung terdalam. Tanpa ingin, ‘tuk sekedar melihatnya berkilau, merona dan tersipu.


Kini dan Nanti

by Dhini Aprilio on Friday, May 27, 2011 at 12:36pm

untuk sebuah rasa yang tak terjamah oleh definisi
ia meratap tanpa nada
menangisinya dalam sudut keterpurukan
terbenturbentur  pada makna perjuangan hidup

berkalikali kaki menapak
berlipatlipat pula bara menohok
semakin kokoh cengkeram mengepal
bertambah pula riuh menderu

sampai titik mana Ia mencoba
sungguh, hanya entah yang meronta
bergolak resah menghantui
menjunjung takut tak berujung

dunia mungkin tertawa
diantara semua indah yang tersaji
berpeluh manis madu kehidupan
ia beringsut pada hamparan tanya
takut ditinggalkan, oleh-Nya..

(di selasela numis kangkung..02700500011)

Dan Mereka Pun Tersenyum

by Dhini Aprilio on Wednesday, May 25, 2011 at 6:16am

          Cerita ini berawal di pagi hari, sepulang dari membeli bubur ayam di suatu sudut jalan Ciganitri. Ketika sedang asyik berjalan sembari menikmati segarnya udara pagi, saya berpapasan dengan truk pengangkut sampah domestik. Kebetulan truk tersebut sedang berhenti, dan secara otomatis saya menyaksikan aktifitas yang sedang mereka lakukan di dalam bak truk itu. Tampak dua orang sedang memilah-milah sampah. Sementara sekitar tiga orang lainnya mengumpulkan sampah dari setiap rumah yang dilewati. Sungguh miris begitu melihat cara mereka memperlakukan sampah-sampah tersebut. Ternyata mereka menyobek-nyobekkan setiap plastik pembungkus sampah, memburaikan isinya, dan memisahkan plastik-plastik pembungkus tersebut dari isinya yang beraneka ragam. Plastik pembungkus dan botol-botol bekas mereka pisahkan ke dalam karung tersendiri, sementara isinya yang lain mereka campur adukkan. Sehingga di antara sampah-sampah yang berserakan itu dapat saling bertegur sapa. Atau mungkin dapat menjalin hubungan yang lebih serius dari sekedar hanya teman biasa. Ya, segala sesuatu memiliki kehidupan tersendiri bukan?

          Ugh. Terbayang, betapa sedapnya aroma yang terhirup oleh mereka yang dengan santainya melakukan hal itu. Dengan pakaian kotor, tanpa masker dan sarung tangan. Hanya pakaian dekil dan alas kaki seadanya. Ada pula yang celana panjangnya dililit oleh beberapa lembar plastik hitam, entah apa maksudnya. Yang terpikir adalah betapa besarnya jasa mereka. Alangkah banyak pahala yang akan mereka terima atas kerja keras itu. Membersihkan dan menghilangkan tumpukan sampah dari ratusan rumah yang berjejer rapi.

            Sementara, para penghuni rumah dengan santainya membuang beraneka ragam sampah, membungkusnya dalam plastik – plastik yang tidak ramah lingkungan, dan plung, membuangnya ke dalam tong sampah utama di halaman depan rumah. Ada pepatah bijak yang mengatakan. Lakukanlah hal bermanfaat, sekecil apapun yang bisa kita lakukan. Meski hanya sedikit, tetapi tidak ada yang tahu, bahwa, kelak perbuatan kita akan menjadi besar dan dapat bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

            Hal paling mudah yang bisa kita lakukan adalah dengan memisahkan sampah plastik, dus-dus bekas wadah makanan, botol-botol bekas minuman apapun, ke dalam wadah terpisah. Dan tidak membuangnya ke dalam tong sampah yang bercampur dengan sampah dapur, seperti sisa-sisa sayuran bekas memasak. Sebaiknya kita kumpulkan terlebih dahulu, sedikit demi sedikit untuk kemudian memberikannya langsung kepada para pemulung yang kebetulan lewat rumah kita.

            Alangkah senang melihat wajah-wajah mereka saat menerima kumpulan sampah anorganik itu. Walaupun hanya sekedar sampah, tapi kita telah memberikan  kebahagiaan bagi orang lain. Juga meringankan pekerjaan mereka, sehingga tidak perlu mengais-ngais dari tong sampah kita, dan secara tidak langsung kita pun turut menjaga kelestarian lingkungan. Karena limbah plastik itu tidak dapat terurai secara alami, membutuhkan waktu 80 tahun untuk dapat mengurainya. Kita serahkan kehidupan sampah anorganik itu selanjutnya kepada para pemulung, yang pasti tahu lebih banyak dari kita, tentang apa yang harus mereka lakukan terhadapnya.
Marilah kita berbuat sedikit untuk kebahagiaan orang lain. Dimulai dari sekarang. Hanya dengan memanggil, “Mang..”  Dan berikanlah bingkisan sampah anorganik tersebut kepada mereka. Dan kitapun akan melihat mereka tersenyum bahagia ketika menerimanya, seperti saat kita menerima uang berjuta-juta.  Betapa bahagianya. Cobalah, dan kitapun akan memahami arti senyum mereka.

(Sekedar informasi hasil googling, pada tahun 1980, di Inggris dan Italia, plastik daur ulang dapat diolah menjadi tiang telepon, sebagai pengganti tiang besi dan kayu. Sedangkan di Swedia limbah plastik pun dapat diolah menjadi bata plastik).

Aku dan Airmata

by Dhini Aprilio on Thursday, May 19, 2011 at 9:53pm

Bagiku, airmata adalah sahabat. Lebih tepatnya, kekasih.
Mungkin tampak berlebihan. Tapi begitulah. Tidak ada tabu diantara kami.

Ia selalu hadir saat kubutuh melepas gumpal sesak di relung jingga. Ia selalu siap menemani kapanpun saat kuingin melepas penat yang membebat. Ia selalu melapangkan dadanya untuk sekedar merengkuh dan mendengar detak jantungku apabila sedang carut marut. Tidak ada senjang diantara kami. Kami begitu terbuka dan apa adanya.

Terkadang begitu mudah menghadirkan ia di sudut mata hingga mengalir tanpa batas, melepasnya menuju laut lepas. Meski hanya sekedar membaca buku, menonton film, atau bahkan ketika sedang seminar, yang kebetulan membahas tentang peran seorang ibu. Dengan legowonya ia hadir di sudut mata, dan membasahi kedua pipiku yang seluas samudera.

Dan bila hatiku sedang carut marut, ‘tuk sekedar mempertanyakan tentang esensi hidup dan romantikanya. Dengan lembutnya ia akan membelai hatiku dan memberi penawarnya hingga sembuhkan luka.

Namun ada saat, ia tidak dapat hadir menemaniku dengan rinainya. Saat ketika saudara sepupuku meninggal, bahkan beberapa tahun yang lalu ketika uwa ku wafat. Begitu enggan ia memelukku dengan derainya. Ia hanya hadir, sesaat, di sudut mata. Bukan. Bukan aku tidak merasa pilu. Tapi sudut hatiku yang lain telah menerima dengan sebuah senyuman atas ketetapan itu. Suatu rasa percaya pada-Nya. Bahwa Dia telah memberikan waktu yang terbaik untuk umatnya. Hanya itu yang aku rasa. Dan ia pun sangat mengerti itu. Dan hanya berdiam diri di sudut mata.

Aku dan air mata. Akan selalu bersama dalam suka dan duka. Tadi sore, ketika akhirnya lipstik ‘special moment’ ku yang baru berumur dua hari patah! Patah, karena keluar dari saku celana dan terbanting di saat Jauna dan Zhafran berantem. Aku pikir itu tempat terbaik untuk ia (lipstik) agar terbebas dari rasa ingin tahu Jauna. Ternyata?

Sungguh. Sedih dan kecewa. Telah terjadi pemberantasan HAM terhadap diriku oleh anak-anak. Ya. Mungkin itu rasa yang konyol. Tapi itulah yang aku rasa. Saat dimana aku ingin menikmati milikku sendiri tanpa intervensi. Aku jadikan ini ajang pemahaman untuk sebuah konsep kepemilikan. Dan Jauna pun memahami itu. (Terima kasih, Sayang).

Tapi kembali ia membasahi pipi tanpa henti. Benar. Lagi-lagi ia menemaniku. Membiarkan aku melepas segala rasa yang mengganggu, dan mengendap sepanjang hari. Mungkin aku tidak sadar. Tapi ia, air mata, menyadarkanku akan sumbatan itu. Sumbat yang menghalangi hadirnya sebuah senyum tulus dari seorang bunda. Meski aku tetap berusaha untuk profesional, tetap meracik sajian nasi goreng untuk buah hatiku tercinta. (Dan tuntutan rasa lapar).  Ia, menemaniku dengan sedu sedannya. Dengan irisan bawang merah dan katel yang berbunyi mesra ketika beradu dengan pasangan jiwanya, serok.

Sekali lagi aku berterima kasih padanya. Air mata yang selalu berbicara, tentang aku dan kehidupan. Di saat mulut telah terjerat dan tersudut pada simpul-simpul verbalnya*.


Tepisetengahsunyi, 01900500011

*ngutip dikit dari novel The Smoke Jumper


Entah

by Dhini Aprilio on Wednesday, May 18, 2011 at 2:21am

tak tahu lagi apa yang ingin dihadirkan.
angan dan rentetan doa pun mengawang, tanpa harapan.
lepas tak berpijak menuju awan.
tergerus kegelisahan tak beriman.

sepertinya angkuh yang membayang.
atau jiwa yang sudah menghilang.
Tuhan, tunjukkan aku jalan pulang..

tepisunyi, 01800500011..