Rabu, 21 November 2012

Paranoia

Malam tak lagi purnama
Siang enggan menawarkan keteduhan
Rentetan waktu melolong dalam kepedihan
Meretas relung dalam gemuruh gelombang

Tak ‘kan habis tanya melambung
Dari tipis bibir pelantun kehidupan
Tak juga cukup peristiwa tersaji
Dari kitab Sang Pencipta


Hanya pilar doa yang makbul
Mengumbar segala pinta
Meski hanya larik nada sumbang
Melagukan kemuskilan

Segala yang tersimpan
Tak ‘kan berdiam dalam kebekuan
Bersemayam, menggeliat hingga mencengkeram
Membebat jiwa

Hanya kejujuran sanggup menenangkan
Pengertian mampu menghilangkan
Sekelumit kisah perjalanan insan
Tak butuh penyelesaian, hanya sebuah pelepasan

(tepisunyi, 020011012)

Minggu, 04 November 2012

Erotisme di Atas Panggung Hajatan Hingga Pembantaian di Atas Tuts Piano



         Minggu siang, 4 November, kami memenuhi undangan pernikahan dari seorang teman di daerah Sapan. Ketika tiba di lokasi, di panggung tampak sedang beraksi seorang biduan berdandan aduhai. Berbaju ketat dengan rok sepan hampir mendekati pangkal paha. Bisa dikatakan ini adalah salah satu kelainan pertumbuhan. Yang seharusnya tumbuh ke bawah, ini malah memendek ke atas. Mungkin juga ini merupakan salah satu efek gombalisasi.
Sesudah bersalaman dengan kedua pengantin, kami pun lalu menyantap makan siang di atas jajaran kursi yang berada tepat di depan panggung. Sembari makan, aku pun memperhatikan biduan tersebut beserta penari latar muka dadakan yang merupakan tiga orang pemuda, dengan usia sekitar 27-30 tahunan. Entah bapak di sebelahku, apakah memperhatikan atau menjaga pandangan. Aha. Makanan yang kukunyah terasa tidak jelas, antara tertelan dan tersedak. Karena meski sambil makan, mataku melotot, mengamati penuh tanda tanya. Pun musik terdengar sangat memekakkan telinga. Memperhatikan gerakan mereka di atas panggung, badan bergeal-geol seperti putaran jangka di atas kertas. Sebenarnya suaranya bagus, tetapi kenapa harus dengan gerakan seperti itu? Mengapa hanya tarian jangka itu saja yang digerakannya?
Begitupun kalau melihat hiburan di panggung pada acara khitanan. Selalu saja biduan-biduan berdandan seronok. Padahal yang dikhitan kan anak-anak? Apakah tidak lebih baik kalau yang ditampilkan adalah grup band anak-anak seperti Super Seven, dengan lagu-lagu berciri khas anak-anak? Beda lagi kalau yang dikhitan adalah laki-laki dewasa. Mungkin aku tidak akan banyak komentar. Hanya bergegas melemparkan bom molotov pada lokasi tersebut.
            Nah, berbeda dengan acara Konserto Piano pada Minggu sore kemarin. Sejak memasuki ruang Auditorium IFI, Jalan Purnawarman No. 32 itu suasana tampak syahdu. Dengan lampu temaram, jajaran rangkaian bunga, dan sebuah grand piano tertata di atas panggung. Baru memasuki ruangan pun sudah terasa aura elegan. Apalagi ketika satu per satu dari sembilan pianis usia sekolah dasar hingga sekolah menengah atas itu mempertontonkan kelincahan jemari mereka di atas tuts-tuts piano. Terdengar indah sekali, dengan memainkan komposisi musik dari Bach, Beethoven, Chaminade, F. Liszt, E. Grieg, A. Scriabin dan Chopin. Mulai dari yang bertempo lambat hingga bertempo sangat cepat. Wah, sungguh luar biasa. Keanggunan yang mencengangkan. Seolah terjadi pembantaian terhadap tuts piano yang tanpa henti. Indah sekali. Amaze
Gwyn Elisabeth Sutanto, juga bermain piano hanya dengan tangan kiri

Yang menarik adalah saat seorang pianis asal Bandung bermain piano hanya menggunakan tangan kiri. Setelah membaca tulisan seorang blogger, ternyata zaman dahulu Paul Wittgenstein yang juga merupakan seorang pianis, telah kehilangan lengan kanannya saat Perang Dunia I. Sehingga untuk melanjutkan karir di bidang musiknya ia meminta sejumlah komposer untuk menuliskan partitur yang diperuntukkan khusus bagi pianis yang hanya dapat menggunakan tangan kirinya saja. 
            Dari kedua jenis aksi panggung diatas, dapat direnungkan bahwa sesungguhnya untuk menghibur penonton dibutuhkan keterampilan dan keahlian yang maksimal dengan cara yang tepat. Namun bukan dengan mengekspos gerakan atau penampilan erotis, yang tidak pantas dipertontonkan di depan khalayak.

Kamis, 01 November 2012

Betapa Sederhananya Kurikulum Pendidikan Islam

            Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap anak. Semua orangtua pasti menginginkan memiliki anak-anak yang pintar dan berperilaku terpuji. Sejak bayi masih dalam kandungan pun seorang ibu sudah banyak memberikan stimulasi, baik berupa asupan gizi yang baik maupun dalam bentuk aktifitas fisik. Seperti sentuhan melalui perut sang ibu, terapi musik, berdialog dengan bayi dalam kandungan, dan lain-lain. Semua hal itu dilakukan demi membentuk kecerdasan anak sejak dini. Ketika sang bayi telah lahir pun orangtua tetap fokus bagaimana caranya agar sang bayi dari hari ke hari mendapat stimulus terbaik agar perkembangan otaknya pesat dan cemerlang, hingga kelak dapat menjadi orang yang sukses. Setiap tahap perkembangan seorang anak pun selalu diiringi dengan proses pendidikan, baik dengan cara bermain maupun bersekolah, menyesuaikan juga dengan usia perkembangan anak.
            Ketika menginjak usia sekolah orangtua biasanya mulai dipusingkan dengan berbagai tetek bengek biaya sekolah dan bingung memilih sekolah yang terbaik. Karena seperti yang kita ketahui bahwa sekolah dengan fasilitas lengkap pasti membutuhkan biaya yang besar mencapai belasan juta rupiah. Namun, bila memilih sekolah yang minim fasilitas dikhawatirkan pula pendidikannya tidak akan berkualitas.
Sebenarnya bagaimana pendidikan yang ideal dalam Islam akan dituliskan secara singkat di bawah ini, yang merupakan rangkuman dari makalah pengajian dengan tema Tarbiyah An-Nabawiyyah yang ditulis oleh Ust. Kiki H Asy-Syauqie.

Garis besar pendidikan dalam Islam, yaitu:
     1.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata
      1.      Tarbiyyat.
                Tarbiyat meliputi pendidikan akhlak, jasmani, akal, sosial, emosional dan estetika. Sehingga setiap  individu diharapkan kelak dapat memanfaatkan keahlian yang dimiliki, yang sesuai dengan minat dan bakatnya dalam hidup bermasyarakat.
      2.      Ta’lim, yaitu menggugah individu agar dapat mempersepsikan makna dalam pikirannya.
    3.      Tadris, yaitu membaca yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga akan mempermudah proses menghafal.
    4.      Tahzib, seperti memangkas reranting. Yaitu, membersihkan akhlak dari hal-hal yang dapat merusak keimanan.
      5.      Ta’dib, yaitu mendidik akhlak.

Intinya adalah, pendidikan dalam Islam merupakan proses transfer ilmu kepada anak didik, mengarahkan dan meluruskan kesalahan yang telah dilakukan agar selalu berada pada jalurnya. Sehingga dengan bekal ilmu yang dimiliki seorang anak dapat mengembangkan dirinya menjadi pribadi mandiri, yang cerdas secara emosional, intelektual dan spiritual, beramal soleh dalam bermasyarakat demi mencapai ridho Allah Swt. Dan kunci keberhasilan pendidikan adalah komunikasi.

     2.      TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam mendidik, setiap orangtua pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai, agar kelak tidak menciptakan generasi burung unta, yaitu disebut burung namun tidak dapat terbang, disebut unta juga tidak bisa ditunggangi. Jadi semoga menjadi anak-anak yang memiliki keprofesionalan di bidangnya yang dapat bermanfaat bagi sesama.
Diantara tujuannya adalah:
      a.      Selamat dunia, akhirat dan terhindar dari siksa neraka
Seperti dalam Q.S Al-Mujaadilah: 11 “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Juga dalam sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa yang berjalan mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan ia berjalan menuju surga.” Karena ilmu yang sejalan dengan amal akan melahirkan hikmah.

      b.      Pembentukan akhlak mulia
Dengan ilmu yang dimiliki diharapkan anak-anak akan tersentuh hatinya, sehingga timbul motivasi dari dalam diri untuk selalu melakukan yang terbaik.
Seperti dalam Q.S Fathir: 28 “ Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Juga dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari, “Dari Muawiyah ia berkata: aku mendengar Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, maka Ia akan pahamkan ia dalam urusan agama.” Dan orang-orang yang paham agama Allah swt, diumpamakan sebagai pohon kurma, karena semua bagian dari pohon kurma itu pasti bermanfaat untuk kehidupan manusia.

       c.       Persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi kemanfaatan
Petunjuk dan ilmu bagaikan hujan lebat yang turun ke tanah. Dan sesungguhnya hujan itu akan menghidupkan negeri yang mati, seperti itulah ilmu-ilmu agama menghidupkan hati. Dan dengan ilmu pula Allah akan membukakan pintu rezeki, yaitu dengan mengangkat derajat orang-orang berilmu di dunia dan akhirat nanti.
Ada beberapa tipe manusia dalam kesiapan dirinya menerima petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Yaitu:
1.      Naqiyyah. Seperti tanah yang menyerap air, sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Adalah orang yang paham agama Allah, memanfaatkan ilmu Allah untuk dirinya dan orang lain, yaitu dengan mempelajari dan mengajarkannya.
2.      Ajadib. Bagaikan tanah yang keras, dapat menahan air hingga tergenang dan dapat diminum oleh manusia, hewan dan tumbuhan. Yaitu orang yang mempelajari ilmu Allah, mengajarkannya kepada orang lain, namun tidak mengamalkan untuk dirinya sendiri.
3.      Qii’an. Seperti permukaan tanah berbentuk lembah, tidak dapat menahan air, juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. Yaitu orang yang tidak mau menerima hidayah, tidak mau mendengar ilmu, tidak hafal, tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya kepada orang lain.

      d.      Menumbuhkan roh ilmiah
Siti Aisyah berkata,”Sebaik-baiknya perempuan adalah perempuan Anshar, karena rasa malu tidak menghalangi mereka untuk faham dalam urusan agama.” Demi kejelasan hukum dari Allah dan Rasul-Nya mereka berani menanyakan hal yang tabu kepada Rasul (terdapat dalam kisah Ummu sulaim).

      3.      KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Menurut Ali Ahmad Mazkur, kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum penyiapan manusia sesuai dengan syari’at Allah Swt dan aturan-Nya bagi alam dan kehidupan.
Pendidikan yang baik, menurut pemikiran Imam Ibn Hajar Al Asqalani dalam kitab Fathulbari terkait dengan kurikulum pendidikan Islam. Yaitu,
       1.      Ada guru (Rasul)
       2.      Ada murid (Sahabat Rasul)
       3.      Ada kurikulum (berupa empat buah perintah dan larangan)
       4.      Melalui metode Tanya jawab

Keempat perintah itu adalah:
      1)      Iman, berupa syahadat tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah
      2)      Sholat lima waktu
      3)      Zakat (diperkirakan disana ada shaum Ramadhan)
      4)      Membayar seperlima dari ghonimah

Sedangkan keempat larangan itu adalah:
     1)    Duba’, yaitu melarutkan anggur di dalam labu kemudian ditanam hingga mendidih, hingga menyebabkan kematian.
      2)      Hantam, adalah bejana yang digunakan membawa khamr.
      3)      Muzaffat adalah bejana yang padanya terdapat minyak ter.
      4)      Naqir.

Jadi inti kuriukulum pendidikan Islam adalah:
       a. Akidah berupa keimanan kepada Allah Swt, yang tertuang pada dua kalimat syahadat                           
       b.   Syariah berupa sholat lima waktu, shaum, zakat
       c.  Akhlak berupa larangan meminum duba’, hantam, muzaffat dan Naqir
Kurikulum ini merupakan satu kesatuan yang saling menyambung dan tidak dapat dipisahkan.
           
            Demikianlah resume singkat Tarbiyah An-Nabawiyyah yang dapat dipaparkan. Untuk garis besar pendidikan Islam yang keempat, yaitu Metode Pendidikan Islam insya Allah dilanjutkan di lain kesempatan. Semoga bermanfaat.