Kamis, 06 September 2012

Ledakan di Ujung Pena

Sumpah aku pusing, dengan segala kecamuk yang tak henti melompat dan berdesakan di kepala. Seolah setiap unsur kimia berlomba untuk menyeruak ke permukaan kepala dan menjadi pemenangnya. Namun untuk setiap unsur, tak nampak jelas namanya bahkan berapa jumlah nomor atom yang dikandungnya. Tak kukenal apa itu namanya.

Sumpah aku pusing, untuk segala hal yang membuatku bahagia. Teman-teman sehobi, sejiwa, sevisi dan misi yang sanggup membuatku tersenyum bahagia. Bahkan, luapan bahagia pun mampu menjalarkan rasa panas di ubun-ubun.

Sumpah aku pusing, untuk segala hal yang membuatku lara. Namun, aku sanggup menyalurkannya lewat untaian tetes air dari kelenjar air mata, yang letaknya tersembunyi. Semisterius luapan perasaan yang bisa merangsang kelenjar itu untuk mengeluarkan air mata. Kumenyebutnya, air mata emosi.

Sumpah aku pusing, memilih dan memilah hal yang ingin kuungkapkan. Sedangkan semuanya telah memercik liar dari hati dan fikiran. Mengacaukan satu sama lain. Saling  memilin, memelintir dan berpaut seperti sepasang molekul DNA.

Sumpah aku pusing, untuk hal yang harus kulakukan namun belum kukerjakan. Hingga pembuluh aorta pun bergegas memompa darahku untuk menyalurkannya pada bagian tubuh yang harus bergerak terlebih dahulu. Namun, badanku membeku, ubun-ubunku mengepul dan kedua telapak tanganku mengusap kepala dengan kesepuluh jari meremas helaian rambut yang seolah ikut menegang. 

Lafadz Istighfar, adalah gerimis bagi ubun-ubunku. Hingga rintiknya menyelusup ke dalam pori-pori kepala, terus merembes tanpa henti, dan perlahan  menyapa relung hati. Mengingatkan.

Lalu membimbingku untuk mengambil sebuah pena, buku tulis putih berabjad 'm', membuka halaman yang masih kosong, dan melepaskan segala duri-duri tajam yang menancap di benak dan seluruh jiwa. Satu per satu.

Tuhan, aku bebas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar