Sabtu, 27 Oktober 2012

Shock Therapy ke Ranca Buaya

            Dalam rangka menjadi tour guide keluarga adik dari Jakarta, yang ingin menghabiskan waktu liburan di Bandung, kami mengusulkan beberapa lokasi untuk menjadi tempat wisata. Setelah berdiskusi akhirnya kami memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Ranca Buaya, dengan alasan ingin memperlihatkan suasana pantai kepada kedua anak perempuannya yang masih balita dan ingin menikmati suasana sejuk dengan panorama yang indah. Daripada berwisata ke pusat kota Bandung ataupun ke kawasan Bandung Utara yang dapat dibayangkan betapa macetnya di saat long week end seperti ini, karena bertepatan juga dengan liburan Idul Adha. 

          Kami start dari Banjaran, kabupaten Bandung, sekitar jam 10 pagi.  Melewati terminal Banjaran, kendaraan padat merayap, membuat perjalanan tersendat sekitar 20 menitan. Lalu perjalanan berlanjut menuju Pangalengan. Dari pertigaan mendekati terminal Pangalengan, kami belok ke kanan dan terus melaju ke arah Taman Wisata Situ Cileunca. Dari kejauhan, terlihat ramai juga pengunjung di Situ Cileunca. Ada yang mendirikan tenda, juga tampak perahu karet untuk arung jeram. Kami pun dapat menghirup udara segar dan melihat pemandangan indah di kiri kanan jalan. Kesejukkan yang mulai jarang didapatkan di perkotaan. 
           Kami melewati Perkebunan Teh Cukul. Seperti permadanai hijau yang terhampar ratusan hektar. Jalan yang kami lewati beraspal dan sangat mulus. Di beberapa tempat tampak beberapa pekerja sedang memperbaiki jalan. Juga terdapat gundukan pasir dan bebatuan, namun tidak mengganggu. Ternyata Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang mengadakan proyek pembangunan infrastruktur Jalan Jawa Barat Bagian Selatan untuk memajukan kawasan selatan yang cenderung masih kurang terperhatikan. Sehingga diharapkan ke depannya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Hamparan Kebun Teh
Pabrik Pengolahan Teh Hitam
Vila Cukul
            Dari ketinggian 1600 m dapl kami dapat melihat betapa dahsyatnya proyek yang sedang dikerjakan. Seolah-olah membelah perbukitan hijau. Di satu sisi kami memandang proyek ini merusak ekosistem alam, namun di sisi lain kami menganggap ini sebagai langkah untuk membuat Jawa Barat bagian Selatan menjadi lebih maju lagi dengan sarana infrastruktur yang mendukung. Sehingga diharapkan juga dapat memajukan sektor pariwisata di Jawa Barat yang memang kaya akan sumber daya alam.
               Setelah satu jam perjalanan yang mulus, kami mulai memasuki wilayah Talegong, Kabupaten Garut. Disini tampak jalan belum selesai dibangun. Jalanan pun masih berpasir, banyak kendaraan berat di wilayah ini. Memasuki wilayah ini penumpang mulai gelisah, kedua balita sudah mulai muntah-muntah. Karena tidak terbiasa mengadakan perjalanan jauh. 

Stum Perkasa
Jalan Tanah
Jalan yang Sedang Dibangun



Salah Satu Jembatan Penghubung
     Semakin jauh kami berjalan, maka semakin menggila pula track perjalanan yang kami lewati. Jalan berpasir dengan lebar 4 meter, dengan kiri dan kanan jurang, juga bukit pasir yang besar kemungkinan dapat longsor. Dengan tanjakan-tanjakan tajam yang sanggup membuat sport jantung. Memang kami bukan para adventurer sejati yang bermental baja. Kami tidak membayangkan bahwa rute yang kami lalui akan sepanjang dan nge-rock seperti ini. Namun tak perlu khawatir, karena jalan berpasir ini hanya ditemui sepanjang 1 km saja. Selanjutnya jalan kembali mulus. Melewati beberapa buah jembatan dengan sungai kecil penuh bebatuan di bawahnya. Lalu kami melewati hutan, juga masih dengan belokan tajam dan tanjakan curam. 
Pantai Ranca Buaya dari Atas Bukit
            Memasuki wilayah Cisewu kami disuguhi pemandangan alam pedesaan yang menawan, hamparan sawah berundak mengingatkan pada lukisan alam bergaya natural yang banyak dijumpai di galeri seni jalan Braga. Nampak rumah-rumah penduduk dilembah yang dibelah oleh aliran sungai yang masih jernih airnya, sungguh memberikan suguhan pemandangan tak tergantikan. Setelah melewati Sukarame, kami memasuki wilayah Caringin. Dari kejauhan pun pemandangan sudah tampak sangat indah. Seolah –olah kami ada di atas bukit dengan garis pantai dan buih ombak memutih dikejauhan.  Terbayar sudah lelah kami di perjalanan. Perjalanan ini kami tempuh selama 3,5 jam tanpa istirahat, kecuali ketika berhenti untuk membeli kantong plastik buat muntah. 
Anak-anak Bermain Di Sekitar Batu Karang
            Di pintu gerbang Pantai Ranca Buaya kami membayar tiket masuk sebesar tiga ribu rupiah per orang. Kami  hanya bermain sebentar saja, kira-kira 20 menit, di tempat yang terdapat banyak  batu karang, sehingga air laut tidak sampai ke tempat anak-anak bermain. Hanya sebatas mata kaki saja. Pemandangan batu karang pun sangat indah. Namun sayang dicemari oleh sampah yang berserakan di beberapa tempat. Sebenarnya ada lokasi yang dapat dipakai untuk berenang, tetapi terhalang oleh ratusan perahu nelayan yang sedang bersandar. Secara keseluruhan, pemandangan pantai memang indah, namun fasilitas yang lain seperti tempat penginapan dan wisata kuliner kurang menggiurkan. Lebih terkesan kumuh dan tidak terawat. Ada juga tempat pelelangan ikan dan pemukiman penduduk yang lumayan padat.
            Jam 02.30 kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Santolo dengan tujuan untuk mencari tempat makan siang. Dari Ranca Buaya ke Pantai Santolo kami melewati Pantai Cigalobak. Dikiri kanan jalan tampak hamparan lahan kosong. Pada zaman era Presiden Soeharto, di kawasan ini merupakan perkebunan sawit milik anaknya, Tommy Soeharto. Karena banyak terjadi penjarahan, lama kelamaan luas perkebunan sawit pun semakin berkurang dan beralih fungsi menjadi lahan pertanian milik rakyat. Di kejauhan tampak punggung-punggung bukit yang juga menambah keindahan panorama. Jalanan beraspal dan mulus. Selain itu kami melewati banyak muara sungai. Dengan pemandangan sepanjang garis pantai yang indah, membuat ingin menepi kembali dan menginjak pasir pantainya. 
Stasiun Peluncuran Roket
            Akhirnya setelah 1 jam perjalanan kami sampai juga di Pantai Santolo, dengan membayar tiket masuk sebesar tiga ribu rupiah per orang. Sekitar lima ratus meter sebelum lokasi, kami menjumpai kawasan Stasiun Peluncuran Roket milik Lapan. Di Pantai Santolo ini tampak lebih ramai dan hidup wisata kulinernya. Juga terdapat tempat pelelangan ikan. Setelah menemukan tempat yang nyaman, kami memasuki rumah makan dengan pemandangan langsung ke tepi pantai. Sangat indah sekali. Namun sayang kulinernya tidak selezat yang kami bayangkan, dengan pelayanan yang kurang ramah.
Pantai Santolo di Senja Hari
            Apabila diperhatikan, bentuk ombak di pantai Santolo ini agak aneh, seperti berlapis-lapis. Agak seram juga melihatnya. Pola deburan ombak yang tampak di pasir putihnya berbentuk kerucut, bukan garis lurus. Arusnya lumayan deras. Karena merupakan pertemuan dari beberapa arah gelombang. Pasirnya putih bersih. Namun, entah mengapa, di tepian kira-kira dua ratus meter dari bibir pantai terdapat banyak pecahan botol yang seolah-olah disebarkan begitu saja. Setelah menghabiskan makan sembari mendengarkan suara debur obak yang menderu, kami melanjutkan perjalanan pulang menuju kota Bandung tercinta.
            Sebelum semakin jauh melaju, kami mengisi solar terlebih dahulu di SPBU terdekat di Pameungpeuk. Karena kami tidak akan menemukan lagi SPBU kira-kira 30 km hingga kami mencapai wilayah Cikajang. Karena waktu telah menunjukkan pukul 17.30 WIB, kami hanya berpapasan dengan beberapa kendaraan dan motor. Jalanan tampak lengang. Sepanjang jalan Pameungpeuk hingga Cisompet jalan pun beraspal dan sangat mulus.  Selepas Cisompet kami memasuki perkebunan teh Neglasari. Bila perjalanan dilakukan siang hari, akan tampak air terjun di kejauhan, lalu kami mulai memasuki kawasan hutan. Disekitar kawasan Cihurip kami sampai di suatu daerah yang berkabut sangat tebal sepanjang 100 meter, menyebabkan jarak pandang berkurang sehingga lampu hazard mobil harus dinyalakan. Selepas itu kami kembali memasuki hutan perbatasan antara Cihurip dan Cikajang. Sungguh perjalanan malam yang sempurna, di tengah hutan dengan bulan yang separuh purnama, hanya ada kami di dalam mobil dan Sang Maha Pencipta. Sungguh, perjalanan yang mendebarkan dan penuh rasa kepasrahan pada-Nya.
            Selepas pertigaan Cikajang dan Singajaya, jalan kembali ramai, kami melaju terus melewati kota kecamatan Cikajang, Cisurupan dan Bayongbong. Ketika sampai di kota Garut tepatnya sebelum Tarogong kami terjebak macet yang lumayan panjang. Diperkirakan penyebabnya adalah karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pemandian air panas. Dan saat keluar dari ruas jalan lingkar Nagreg kami terjebak kemacetan lagi, karena bertemu dengan laju kendaraan dari arah Tasik yang melalui tanjakan Nagreg. Selepas Cicalengka kami dapat melaju dengan lancar dan selamat sampai tujuan. Jadi total waktu tempuh Ranca Buaya-Bandung via Pameungpeuk dalam kondisi macet adalah 8 jam, melelahkan namun menyenangkan.
            Demikianlah kisah perjalanan seharian bersama para adventurer pemula yang masih berusia belia. Semoga menjadi titik awal lahirnya jiwa-jiwa petualang yang dapat melestarikan keindahan dan kekayaan alam Indonesia, khususnya di Jawa Barat, serta menjadikannya sebagai media pendekatan diri pada Sang Pencipta. Aamiin.
            Alangkah indah dan kayanya alam pariwisata Jawa Barat. Hal ini akan semakin menguntungkan dan membanggakan apabila lebih baik lagi dalam pengelolaannya. Seperti adanya paket khusus wisata pantai yang mengelilingi seluruh pantai di Jawa Barat, yang juga terjaga kebersihannya.

***

4 komentar:

  1. hade kieu nya perjalanan si teteh..iraha atuh ngajak abdi ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heu. Dirimu pan yang menyiksa kami.. :p
      Tapi asoy geboy. Nuhun pisan, beph.. :)

      Hapus
  2. tampak capeeekkk... ;p

    dari segi penulisan..info sdh ckp detail. cm cara penyampaian..sptnya msh satu arah, kurang hidup. maksudnya..tulisan ini kan dimaksudkan spy orang terbawa suasana dng cerita yg disampaikan..naahh..ntu msh kurang "dapet". tp kl dikau tanya padaku "gmn caranya menghidupkan tulisan??" naahh..tanya aje sama pakarnya yeeee..hehehe.. (#ga tggjwb)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Caranya menghidupkan tulisan, ya dengan banyak baca dan banyak nulis. Hehe. Me? jangan ditanya.. ;)

      Hapus