Selasa, 30 Oktober 2012
Sabtu, 27 Oktober 2012
Shock Therapy ke Ranca Buaya
Dalam
rangka menjadi tour guide keluarga
adik dari Jakarta, yang ingin menghabiskan waktu liburan di Bandung, kami mengusulkan
beberapa lokasi untuk menjadi tempat wisata. Setelah berdiskusi akhirnya kami
memutuskan untuk mengadakan perjalanan ke Ranca Buaya, dengan alasan ingin
memperlihatkan suasana pantai kepada kedua anak perempuannya yang masih balita
dan ingin menikmati suasana sejuk dengan panorama yang indah. Daripada berwisata
ke pusat kota Bandung ataupun ke kawasan Bandung Utara yang dapat dibayangkan betapa
macetnya di saat long week end seperti
ini, karena bertepatan juga dengan liburan Idul Adha.
Kami
start dari Banjaran, kabupaten
Bandung, sekitar jam 10 pagi. Melewati terminal Banjaran, kendaraan padat
merayap, membuat perjalanan tersendat sekitar 20 menitan. Lalu perjalanan
berlanjut menuju Pangalengan. Dari pertigaan mendekati terminal Pangalengan,
kami belok ke kanan dan terus melaju ke arah Taman Wisata Situ Cileunca. Dari
kejauhan, terlihat ramai juga pengunjung di Situ Cileunca. Ada yang mendirikan
tenda, juga tampak perahu karet untuk arung jeram. Kami pun dapat menghirup
udara segar dan melihat pemandangan indah di kiri kanan jalan. Kesejukkan yang
mulai jarang didapatkan di perkotaan.
Kami melewati Perkebunan Teh Cukul. Seperti
permadanai hijau yang terhampar ratusan hektar. Jalan yang kami lewati beraspal
dan sangat mulus. Di beberapa tempat tampak beberapa pekerja sedang memperbaiki
jalan. Juga terdapat gundukan pasir dan bebatuan, namun tidak mengganggu. Ternyata
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sedang mengadakan proyek pembangunan infrastruktur
Jalan Jawa Barat Bagian Selatan untuk memajukan kawasan selatan yang cenderung
masih kurang terperhatikan. Sehingga diharapkan ke depannya dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat.
Hamparan Kebun Teh |
Pabrik Pengolahan Teh Hitam |
Vila Cukul |
Dari
ketinggian 1600 m dapl kami dapat melihat betapa dahsyatnya proyek yang sedang
dikerjakan. Seolah-olah membelah perbukitan hijau. Di satu sisi kami memandang proyek
ini merusak ekosistem alam, namun di sisi lain kami menganggap ini sebagai
langkah untuk membuat Jawa Barat bagian Selatan menjadi lebih maju lagi dengan sarana
infrastruktur yang mendukung. Sehingga diharapkan juga dapat memajukan sektor pariwisata
di Jawa Barat yang memang kaya akan sumber daya alam.
Setelah
satu jam perjalanan yang mulus, kami mulai memasuki wilayah Talegong, Kabupaten
Garut. Disini tampak jalan belum selesai dibangun. Jalanan pun masih berpasir,
banyak kendaraan berat di wilayah ini. Memasuki wilayah ini penumpang mulai
gelisah, kedua balita sudah mulai muntah-muntah. Karena tidak terbiasa
mengadakan perjalanan jauh.
Stum Perkasa |
Jalan Tanah |
Salah Satu Jembatan Penghubung |
Semakin
jauh kami berjalan, maka semakin menggila pula track perjalanan yang kami lewati. Jalan berpasir dengan lebar 4
meter, dengan kiri dan kanan jurang, juga bukit pasir yang besar kemungkinan
dapat longsor. Dengan tanjakan-tanjakan tajam yang sanggup membuat sport jantung. Memang kami bukan para adventurer sejati yang bermental baja. Kami
tidak membayangkan bahwa rute yang kami lalui akan sepanjang dan nge-rock seperti ini. Namun tak perlu
khawatir, karena jalan berpasir ini hanya ditemui sepanjang 1 km saja. Selanjutnya
jalan kembali mulus. Melewati beberapa buah jembatan dengan sungai kecil penuh bebatuan
di bawahnya. Lalu kami melewati hutan, juga masih dengan belokan tajam dan
tanjakan curam.
Pantai Ranca Buaya dari Atas Bukit |
Memasuki
wilayah Cisewu kami disuguhi pemandangan alam pedesaan yang menawan, hamparan
sawah berundak mengingatkan pada lukisan alam bergaya natural yang banyak
dijumpai di galeri seni jalan Braga. Nampak rumah-rumah penduduk dilembah yang
dibelah oleh aliran sungai yang masih jernih airnya, sungguh memberikan suguhan
pemandangan tak tergantikan. Setelah melewati Sukarame, kami memasuki wilayah
Caringin. Dari kejauhan pun pemandangan sudah tampak sangat indah. Seolah –olah
kami ada di atas bukit dengan garis pantai dan buih ombak memutih dikejauhan. Terbayar
sudah lelah kami di perjalanan. Perjalanan ini kami tempuh selama 3,5 jam tanpa
istirahat, kecuali ketika berhenti untuk membeli kantong plastik buat muntah.
Anak-anak Bermain Di Sekitar Batu Karang |
Di
pintu gerbang Pantai Ranca Buaya kami membayar tiket masuk sebesar tiga ribu rupiah
per orang. Kami hanya bermain sebentar
saja, kira-kira 20 menit, di tempat yang terdapat banyak batu karang, sehingga air laut tidak sampai ke
tempat anak-anak bermain. Hanya sebatas mata kaki saja. Pemandangan batu karang
pun sangat indah. Namun sayang dicemari oleh sampah yang berserakan di beberapa
tempat. Sebenarnya ada lokasi yang dapat dipakai untuk berenang, tetapi terhalang
oleh ratusan perahu nelayan yang sedang bersandar. Secara keseluruhan,
pemandangan pantai memang indah, namun fasilitas yang lain seperti tempat
penginapan dan wisata kuliner kurang menggiurkan. Lebih terkesan kumuh dan
tidak terawat. Ada juga tempat pelelangan ikan dan pemukiman penduduk yang
lumayan padat.
Jam
02.30 kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Santolo dengan tujuan untuk mencari
tempat makan siang. Dari Ranca Buaya ke Pantai Santolo kami melewati Pantai
Cigalobak. Dikiri kanan jalan tampak hamparan lahan kosong. Pada zaman era Presiden
Soeharto, di kawasan ini merupakan perkebunan sawit milik anaknya, Tommy
Soeharto. Karena banyak terjadi penjarahan, lama kelamaan luas perkebunan sawit
pun semakin berkurang dan beralih fungsi menjadi lahan pertanian milik rakyat. Di
kejauhan tampak punggung-punggung bukit yang juga menambah keindahan panorama. Jalanan
beraspal dan mulus. Selain itu kami melewati banyak muara sungai. Dengan pemandangan
sepanjang garis pantai yang indah, membuat ingin menepi kembali dan menginjak
pasir pantainya.
Stasiun Peluncuran Roket |
Akhirnya
setelah 1 jam perjalanan kami sampai juga di Pantai Santolo, dengan membayar
tiket masuk sebesar tiga ribu rupiah per orang. Sekitar lima ratus meter
sebelum lokasi, kami menjumpai kawasan Stasiun Peluncuran Roket milik Lapan. Di
Pantai Santolo ini tampak lebih ramai dan hidup wisata kulinernya. Juga terdapat
tempat pelelangan ikan. Setelah menemukan tempat yang nyaman, kami memasuki
rumah makan dengan pemandangan langsung ke tepi pantai. Sangat indah sekali.
Namun sayang kulinernya tidak selezat yang kami bayangkan, dengan pelayanan
yang kurang ramah.
Pantai Santolo di Senja Hari |
Apabila
diperhatikan, bentuk ombak di pantai Santolo ini agak aneh, seperti
berlapis-lapis. Agak seram juga melihatnya. Pola deburan ombak yang tampak di
pasir putihnya berbentuk kerucut, bukan garis lurus. Arusnya lumayan deras. Karena
merupakan pertemuan dari beberapa arah gelombang. Pasirnya putih bersih. Namun,
entah mengapa, di tepian kira-kira dua ratus meter dari bibir pantai terdapat
banyak pecahan botol yang seolah-olah disebarkan begitu saja. Setelah menghabiskan
makan sembari mendengarkan suara debur obak yang menderu, kami melanjutkan
perjalanan pulang menuju kota Bandung tercinta.
Sebelum
semakin jauh melaju, kami mengisi solar terlebih dahulu di SPBU terdekat di
Pameungpeuk. Karena kami tidak akan menemukan lagi SPBU kira-kira 30 km hingga
kami mencapai wilayah Cikajang. Karena waktu telah menunjukkan pukul 17.30 WIB,
kami hanya berpapasan dengan beberapa kendaraan dan motor. Jalanan tampak
lengang. Sepanjang jalan Pameungpeuk hingga Cisompet jalan pun beraspal dan sangat
mulus. Selepas Cisompet kami memasuki
perkebunan teh Neglasari. Bila perjalanan dilakukan siang hari, akan tampak air
terjun di kejauhan, lalu kami mulai memasuki kawasan hutan. Disekitar kawasan
Cihurip kami sampai di suatu daerah yang berkabut sangat tebal sepanjang 100
meter, menyebabkan jarak pandang berkurang sehingga lampu hazard mobil harus
dinyalakan. Selepas itu kami kembali memasuki hutan perbatasan antara Cihurip
dan Cikajang. Sungguh perjalanan malam yang sempurna, di tengah hutan dengan
bulan yang separuh purnama, hanya ada kami di dalam mobil dan Sang Maha
Pencipta. Sungguh, perjalanan yang mendebarkan dan penuh rasa kepasrahan
pada-Nya.
Selepas
pertigaan Cikajang dan Singajaya, jalan kembali ramai, kami melaju terus
melewati kota kecamatan Cikajang, Cisurupan dan Bayongbong. Ketika sampai di
kota Garut tepatnya sebelum Tarogong kami terjebak macet yang lumayan panjang. Diperkirakan
penyebabnya adalah karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pemandian air
panas. Dan saat keluar dari ruas jalan lingkar Nagreg kami terjebak kemacetan
lagi, karena bertemu dengan laju kendaraan dari arah Tasik yang melalui
tanjakan Nagreg. Selepas Cicalengka kami dapat melaju dengan lancar dan selamat
sampai tujuan. Jadi total waktu tempuh Ranca Buaya-Bandung via Pameungpeuk dalam
kondisi macet adalah 8 jam, melelahkan namun menyenangkan.
Demikianlah
kisah perjalanan seharian bersama para adventurer pemula yang masih berusia
belia. Semoga menjadi titik awal lahirnya jiwa-jiwa petualang yang dapat
melestarikan keindahan dan kekayaan alam Indonesia, khususnya di Jawa Barat,
serta menjadikannya sebagai media pendekatan diri pada Sang Pencipta. Aamiin.
Alangkah
indah dan kayanya alam pariwisata Jawa Barat. Hal ini akan semakin
menguntungkan dan membanggakan apabila lebih baik lagi dalam pengelolaannya. Seperti
adanya paket khusus wisata pantai yang mengelilingi seluruh pantai di Jawa
Barat, yang juga terjaga kebersihannya.
***
Senin, 22 Oktober 2012
Kunjungan Murid RA Persis 08 ke Brimob Polda Jabar
Kamis, 11 Oktober 2012, seluruh
murid RA Persis 08 berkesempatan mengunjungi Brimob Polda Jawa Barat, yang
terletak di Jalan Kolonel Achmad Syam No. 17 A Sumedang, namun masyarakat
sekitar lebih mengenalnya dengan nama Jalan Sayang. Tujuan kunjungan ini adalah
untuk memperkenalkan profesi Polisi khususnya kesatuan Brigade Mobil atau yang lebih
dikenal dengan Brimob, sehingga diharapkan semua murid nantinya dapat mengenal
lebih dekat dengan tugas Polisi.
Seluruh murid berkumpul di halaman
RA tepat pukul 07.00 WIB. Kemudian Bu Ina Andriani, selaku Kepala Sekolah
memberikan sambutan singkat sebelum keberangkatan.
Sambutan Ibu Kepala Sekolah
Setelah itu mereka langsung menuju
lapangan parkir dimana dua buah bus telah menanti. Satu bus untuk murid-murid
RA bersama Ibu dan Bapak Guru, sedangkan satu bus lagi untuk orangtua murid.
Rute yang dilalui adalah jalan tol Buah Batu lalu keluar dari gerbang tol
Cileunyi. Karena kondisi lalu lintas lancar jadi perjalanan hanya ditempuh selama 30 menit
saja.
Kehebohan di Dalam Bus
Ketika sampai di lokasi, murid-murid
beristirahat sebentar lalu berbaris menuju lapangan bola, untuk mendapatkan
sambutan dari Pasilat Satbrimob Jabar Bapak Kusdinar. Lalu mereka mendapatkan
pelajaran singkat tentang baris-berbaris. Diantaranya aba-aba untuk bergeser ke
kanan ataupun ke kiri, dan memberi hormat.
Sambutan dari Pak Kusdinar "Hormat Gerak!"
Setelah itu untuk memperlancar
jalannya kegiatan, murid-murid dibagi dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Murid
laki-laki terlebih dahulu menaiki kendaraan Barracuda dan Panser, sementara murid
perempuan berkumpul di teras pendopo untuk mendapatkan pemaparan dari Bapak
Kris tentang fungsi dan kegunaan berbagai macam peralatan tim SAR. Diantaranya
terdiri dari tali, harness, webbing yaitu tali berbentuk pita, carabiner, ascender, kerekan, auto stop,
jangkar, sepatu katak, snorkel, pompa,
lampu belor, tenda, dan panci kecil untuk memasak. Seluruh murid pun mendengarkan dengan antusias
dan tak jarang pula terlontar celoteh lucu dari bibir mereka. Seperti ketika
Pak Kris mengangkat jangkar, ada yang spontan menjawab, “Air mancur,” dan masih
banyak celoteh lainnya.
Pak Kris yang Humoris
Materi selanjutnya adalah pengenalan
tentang peralatan anti huru hara, yang disampaikan oleh Pak Asep. Diantaranya,
yaitu pelontar gas air mata, peluru karet, peluru kosong (tidak mengeluarkan
proyektil), peluru SSI (berukuruan 5,50 mm), magasin (tempat peluru, dengan
jumlah peluru 30 buah), serbuk merica, senjata Laras Licin, tameng, dan aneka
senjata lainnya. Lalu seorang Polisi memperagakan cara memasang masker
pelindung terhadap gas air mata beserta pakaian anti peluru. Semua alat peraga
itu digunakan oleh Polisi saat menghadapi aksi unjuk rasa yang berujung dengan
tindakan anarkis.
Selain itu Polisi tersebut
menjelaskan tips bila terkena gas air mata. Yaitu, jangan menggosok mata dengan
tangan. Lebih baik mencuci kedua mata dengan air secara terus menerus atau
mengoleskan pasta gigi melingkar di sekitar kelopak mata. Karena apabila kedua
mata digosok akan menimbulkan iritasi yang berkepanjangan. Bila terkena mata,
gas air mata ini dapat bereaksi selama dua jam. Kemudian pada sesi ini pun
semua murid mendapatkan kesempatan untuk pemotretan dengan memakai berbagai
senjata yang ada. Tentu saja semua senjata telah dijamin keamanannya.
Selanjutnya murid-murid diberikan pemaparan
mengenai Unit Penjinakkan Bom atau Jibom. Mereka mendapatkan penjelasan tentang
dua jenis bom, yaitu mortir dan granat
tangan. Ternyata kedua jenis bom ini masih banyak ditemukan di beberapa tempat di wilayah
Indonesia. Sehingga mereka mengerti agar segera melapor pada pihak berwajib apabila
menemukan bom seperti itu.
Lalu mereka pun diperkenalkan kepada
beberapa jenis detektor bom, yang
terdiri dari metal detektor, mirror
(sejenis cermin bertangkai panjang) untuk melihat benda-benda yang ada di atas
plafon. Dan ada pula alat proteksi, seperti helm tahan peluru, body face atau baju tahan peluru, body armor yaitu pelindung badan
berbobot 27 kg, dipakai saat mengamankan bom, yang terbuat dari serat kepler.
Kemudian ada pula alat penjinak bom dengan menggunakan kejutan listrik, dan X-Ray portable, yang menggunakan tenaga
nuklir.
Body Armor Mortir dan Granat Tangan
X-Ray Portable Monitor X-Ray Portable
Bagian terakhir adalah penjelasan
tentang kendaraan penyelamatan (Ranmatan), yang terdiri dari Barracuda dan
mobil Panser. Barracuda merupakan produksi Korea, yang diimpor tahun 2003 dan
2007. Pada saat itu berharga 3,2 miliar rupiah. Lalu Panser, tahun 1994, seharga
1,4 miliar rupiah. Ranmatan ini, sesuai dengan
namanya juga dapat digunakan untuk menyelamatkan para pemain bola apabila
terjadi kerusuhan dan digunakan pula saat diadakan konser penyanyi artis papan
atas.
Konvoi Barracuda, Tahun 2007
Murid-Murid Menaiki Barracuda Panser, Tahun 1994
Acara kunjungan hari itu diakhiri dengan makan siang bersama di bawah
tenda yang telah disediakan di lapangan bola. Dan anak-anak pun dengan bebas
bermain di arena jembatan tali yang dikaitkan pada beberapa batang pohon Jati.
Murid-Murid Bermain dengan Gembira
Ada beberapa moto Brimob yang terpampang pada beberapa
tembok batu. Diantaranya tertulis, Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan, Jangan Jadikan
Brimob Serba Boleh, Tapi Jadikan Brimob Serba Mampu, serta Disiplin, Hirarki,
Loyalitas, Kehormatan. Tentu saja kesemua tulisan itu mempunyai arti yang
sangat penting bagi setiap anggota Brimob. Semoga saja seluruh warga Indonesia
dapat lebih menghargai usaha dan kerja keras mereka demi membela keamanan
Negara Republik Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)