Jumat, 27 Mei 2011

Dan Mereka Pun Tersenyum

by Dhini Aprilio on Wednesday, May 25, 2011 at 6:16am
 
          Cerita ini berawal di pagi hari, sepulang dari membeli bubur ayam di suatu sudut jalan Ciganitri. Ketika sedang asyik berjalan sembari menikmati segarnya udara pagi, saya berpapasan dengan truk pengangkut sampah domestik. Kebetulan truk tersebut sedang berhenti, dan secara otomatis saya menyaksikan aktifitas yang sedang mereka lakukan di dalam bak truk itu. Tampak dua orang sedang memilah-milah sampah. Sementara sekitar tiga orang lainnya mengumpulkan sampah dari setiap rumah yang dilewati. Sungguh miris begitu melihat cara mereka memperlakukan sampah-sampah tersebut. Ternyata mereka menyobek-nyobekkan setiap plastik pembungkus sampah, memburaikan isinya, dan memisahkan plastik-plastik pembungkus tersebut dari isinya yang beraneka ragam. Plastik pembungkus dan botol-botol bekas mereka pisahkan ke dalam karung tersendiri, sementara isinya yang lain mereka campur adukkan. Sehingga di antara sampah-sampah yang berserakan itu dapat saling bertegur sapa. Atau mungkin dapat menjalin hubungan yang lebih serius dari sekedar hanya teman biasa. Ya, segala sesuatu memiliki kehidupan tersendiri bukan?

          Ugh. Terbayang, betapa sedapnya aroma yang terhirup oleh mereka yang dengan santainya melakukan hal itu. Dengan pakaian kotor, tanpa masker dan sarung tangan. Hanya pakaian dekil dan alas kaki seadanya. Ada pula yang celana panjangnya dililit oleh beberapa lembar plastik hitam, entah apa maksudnya. Yang terpikir adalah betapa besarnya jasa mereka. Alangkah banyak pahala yang akan mereka terima atas kerja keras itu. Membersihkan dan menghilangkan tumpukan sampah dari ratusan rumah yang berjejer rapi.

            Sementara, para penghuni rumah dengan santainya membuang beraneka ragam sampah, membungkusnya dalam plastik – plastik yang tidak ramah lingkungan, dan plung, membuangnya ke dalam tong sampah utama di halaman depan rumah. Ada pepatah bijak yang mengatakan. Lakukanlah hal bermanfaat, sekecil apapun yang bisa kita lakukan. Meski hanya sedikit, tetapi tidak ada yang tahu, bahwa, kelak perbuatan kita akan menjadi besar dan dapat bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

            Hal paling mudah yang bisa kita lakukan adalah dengan memisahkan sampah plastik, dus-dus bekas wadah makanan, botol-botol bekas minuman apapun, ke dalam wadah terpisah. Dan tidak membuangnya ke dalam tong sampah yang bercampur dengan sampah dapur, seperti sisa-sisa sayuran bekas memasak. Sebaiknya kita kumpulkan terlebih dahulu, sedikit demi sedikit untuk kemudian memberikannya langsung kepada para pemulung yang kebetulan lewat rumah kita.

            Alangkah senang melihat wajah-wajah mereka saat menerima kumpulan sampah anorganik itu. Walaupun hanya sekedar sampah, tapi kita telah memberikan  kebahagiaan bagi orang lain. Juga meringankan pekerjaan mereka, sehingga tidak perlu mengais-ngais dari tong sampah kita, dan secara tidak langsung kita pun turut menjaga kelestarian lingkungan. Karena limbah plastik itu tidak dapat terurai secara alami, membutuhkan waktu 80 tahun untuk dapat mengurainya. Kita serahkan kehidupan sampah anorganik itu selanjutnya kepada para pemulung, yang pasti tahu lebih banyak dari kita, tentang apa yang harus mereka lakukan terhadapnya.
Marilah kita berbuat sedikit untuk kebahagiaan orang lain. Dimulai dari sekarang. Hanya dengan memanggil, “Mang..”  Dan berikanlah bingkisan sampah anorganik tersebut kepada mereka. Dan kitapun akan melihat mereka tersenyum bahagia ketika menerimanya, seperti saat kita menerima uang berjuta-juta.  Betapa bahagianya. Cobalah, dan kitapun akan memahami arti senyum mereka.

(Sekedar informasi hasil googling, pada tahun 1980, di Inggris dan Italia, plastik daur ulang dapat diolah menjadi tiang telepon, sebagai pengganti tiang besi dan kayu. Sedangkan di Swedia limbah plastik pun dapat diolah menjadi bata plastik).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar