Selasa, 17 Mei 2011

Kopi, Sebuah Kisah di Dalam Gelas

by Dhini Aprilio on Tuesday, March 1, 2011 at 7:15pm
(Disadur dari novel kedua, dwilogi Padang Bulan, dengan judul Cinta di Dalam Gelas, by Andrea Hirata)

Ini merupakan kolaborasi yang maksa banget, tanpa persetujuan, tanpa tedeng aling-aling, antara aku dan dia, Dhini Aprilio dan Andrea Hirata J

Tertarik untuk mengomentari dan membagi hasil analisis Bung Andrea, dengan sang tokoh, Ikal, yang tertulis dalam novelnya, tentang segelas kopi yang diumpamakan dengan dua belas teguk kisah hidup.

Mengapa tertarik? Hal ini disebabkan karena penulis merasa takjub dan kagum, bahwa, sesungguhnya dengan tekun mengamati sesuatu kita akan banyak mendapat pelajaran hidup berharga dari orang-orang yang berinteraksi ataupun yang hanya sekedar  berseliweran di sekitar kita. Dan juga bahwa manusia itu bersifat unik dan tingkah lakunya menarik untuk dieksplorasi. Baik dari segi psikologi, sosiologi, ataupun antropologi.

Mungkin bagi teman-teman yang pernah mendapatkan pelajaran sosiologi sejak zaman sekolah menengah atas, sudah cukup mafhum dengan hal ini (mengamati manusia. Red). Ataupun bagi seorang penulis profesional, kegiatan mengamati manusia adalah hal yang biasa dilakukan dimanapun mereka berada. Dimana mereka selalu mencatatnya dalam satu buku khusus, yang berjudul “Kerlap Kerlip Warna Jiwa Ribuan Kunang-kunang” Hmm..? J

Baiklah.. akan kita mulai bedah satu saja sub judul novel ini. Begini ceritanya..

Menurut Sang Tokoh, Ikal, kopi bagi orang Melayu bukan hanya sekedar air gula berwarna hitam, melainkan sebuah pelarian dan kegembiraan. Ya, kegembiraan. Ketika menyeruput secangkir kopi panas apalagi ditemani sebungkus kerupuk, tempe mendoan, gehu atau apapun cemilan yang kita makan, saat itu juga hidup terasa, hmmm, indah. Sesaat yang melambungkan fikiran dalam cakrawala angan tak bertepi.

Bubuk hitam yang larut disiram air mendidih pelan-pelan menguapkan rahasia nasib. Lama kelamaan sang tokoh pun hafal takaran gula, kopi, dan susu untuk setiap orang, hingga iapun mengetahui semua kisah.

Inilah hasil analisis Sang Tokoh, mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. J

1.  Mereka yang menghirup kopi pahit umumnya bernasib sepahit kopinya. Makin pahit kopinya, makin berlika-liku petualangannya. Hidup mereka penuh intaian mara bahaya, berantakan, gampang kena tipu. Namun mereka tetap mencoba dan mencipta. Jatuh, bangun, jatuh, dan bangun lagi. Dalam dunia pergaulan zaman modern ini mereka disebut para player.

2.    Mereka yang takaran kopi, gula, dan susunya proporsional umumnya adalah pegawai kantoran yang bekerja rutin dan berirama hidup itu-itu saja. Proporsi gula, kopi, dan susu itu mencerminkan kepribadian mereka yang sungkan mengambil risiko. Kelompok anti perubahan ini melingkupi diri dengan selimut dan tidur nyenyak di dalam zona yang nyaman. Sehingga masa mewah bergelimang waktu dan kemudaan menguap begitu saja. Kaum ini disebut para safely player.

3.    Sedangkan kaum yang disebut sebagai semi player, mempunyai ciri: 4 sendok kopi, ditambah gula setengah sendok saja. Orang-orang seperti ini bertangan dingin dan penuh perhitungan, pencinta yang romantis. Takaran kopi seperti itu membuat mereka merasakan pahit di dekat tenggorokan, namun tebersit sedikit manis di ujung lidah. Bagi mereka, hal itu sexy!. J

4.    Mereka yang minum kopi dan hanya minta sedikit gula, lalu setelah diberi gula, mengatakan terlalu manis atau kurang manis, merupakan orang-orang yang gampang dihasut. Merekalah pengacau sistem politik republik karena suaranya gampang dibeli. Mereka itu kaum yang plin-plan.

5.    Mereka yang memerlukan susu lebih banyak umumnya bermasalah dengan kehidupan rumah tangga. Dalam keadaan yang ekstrem, mereka hanya meminum air panas dan susu saja, tanpa gula dan kopi. Orang-orang ini sering melamun di warung kopi. Tak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam kepala mereka. Mereka adalah para ex-player.

6.    Ada pula yang suka minum air dengan gula saja. Tanpa susu dan kopi. Mereka adalah burung sirindit. J J J

7.    Sedangkan mereka yang meminta kopi saja, tanpa air, dan memakan kopi itu seperti makan sagon, adalah penderita sakit gila nomor 29. (Untuk kategori penyakit gila 1 – 28 harap baca novel tetralogi Andrea Hirata yang telah terbit). J

8.    Sedangkan mereka yang sama sekali tidak meminum kopi adalah penyia-nyia hidup ini.


Nah, teman-teman, begitulah hasil analisis sang tokoh setelah mengamati orang-orang yang singgah di warung kopi tempat ia bekerja. Ya, sebaiknya kita tanggapi saja hasil analisis beliau dengan tawa atau senyum penuh arti tanpa tendensi apapun. Apabila benar hasil analisisnya, kita acungkan jempol saja pada kemampuannya dalam menganalisis tingkah laku manusia walau hanya melalui secangkir kopi.

     Terima kasih, teman-teman. Tulisan ini hanya sebuah wujud kekaguman kepada sosok Andrea Hirata. Karena tulisan beliau mampu membuat penulis tertawa sendiri dan teramat sangat menghibur. J

Bandung, tentunya, 0100300011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar